Kamis, 06 Juli 2017

HAKEKAT MANUSIA MENURUT NOTONAGORO

 HAKEKAT MANUSIA MENURUT NOTONAGORO
A.     Biografi Tokoh
Prof Dr Drs. Raden Mas Tumenggung Notonagoro SH (10 Desember 1905 - 23 September 1981) adalah seorang sarjana hukum Indonesia dan pemikir. Dia dikreditkan sebagai yang pertama untuk mendekati filsafat negara Pancasila secara filosofis.
o    Biografi
Notonagoro lahir dengan nama Sukamto di SragenJawa Tengah , Indonesia pada tanggal 10 Desember 1905. Setelah menikah dengan Gusti Raden Ayu Kostimah, putri Pakubuwono XSusuhunan dari Surakarta, ia mengadopsi gelar kerajaan Raden Mas Tumenggung dan mengubah namanya menjadi Notonagoro.
Notonagoro lulus dari Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta pada tahun 1929, menerima gelar Misteer di de Rechten. Ia kemudian menerima doktorandus di de indologidari Universitas LeidenBelanda, pada tahun 1932. Setelah lulus, ia menemukan pekerjaan di Kantor Pusat Ekonomi di Surakarta 1932-1938. Pada sekitar waktu yang sama, 1933-1939, ia mengajar di Particuliaere Algemene Middelbare School di Jakarta.
Setahun setelah Indonesia merdeka , Notonagoro diminta untuk bergabung dengan Kementerian Kemakmuran, tahun berikutnya, ia mulai mengajar di Fakultas Pertanian di KlatenJawa Tengah. Pada tahun 1949 dia membantu dalam pendirianUniversitas Gadjah Mada di Yogyakarta, kemudian menjadi dosen tamu mengajar hukum agraria. Pada tahun 1952 ia menjadi dekan fakultas hukum.
Notonagoro menjadi pendiri fakultas filsafat Universitas Gadjah Mada pada tahun 1968. Untuk karyanya dengan universitas dan pemikiran tentang Pancasila, Notonagoro diberi doktor kehormatan di bidang filsafat dari Universitas Gadjah Mada pada tanggal 19 Desember 1974. Dia meninggal pada tanggal 23 September 1981.
o    Pancasila
Notonagoro dilihat orang-orang dan budaya Indonesia sebagai materialis causadari Pancasila. Dia percaya bahwa Pancasila, tidak peduli seberapa diutarakan, terus arti dasar yang sama, yaitu sebagai dasar negara, dan bahwa itu bukanlah konsep politik tapi pandangan dunia. Saat ia menganggap Pancasila prinsip utama dari sistem politik Indonesia, Notonagoro dianggap tidak berubah, dengan arti yang sama dan aspirasi yang sama disampaikan kepada setiap generasi Indonesia.
Dia melihat tiga aspek fundamental dari Pancasila: politik, sosial-budaya, dan agama. Dalam sistem Notonagoro, tiga aspek, serta lima prinsip individu Pancasila, adalah unit senyawa (Indonesian : majemuk-Tunggal). Notonagoro juga melihat Pancasila sebagai yang ada dalam hirarki piramida, dengan masing-masing prinsip yang merupakan penyempurnaan dari yang sebelumnya itu, hirarki ini memastikan bahwa Pancasila harus diambil secara keseluruhan, sebagai Notonagoro dilihat ditinggalkannya satu atau lebih prinsip sebagai tidak stabil seluruh sistem. Sebagai contoh, prinsip pertama (Ketuhanan Yang satu-satunya Tuhan), secara implisit kepercayaan pada satu dan hanya Tuhan, lengkap dengan adil dan beradab kemanusiaan, persatuan Indonesia serta demokrasi terpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam kebulatan suara yang timbul dari permusyawaratan perwakilan dan penuh keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut Notonagoro, pertama dua prinsip, kepercayaan pada satu-satunya Tuhan dan hanya dan kemanusiaan yang beradab, mencakup seluruh aspek kemanusiaan dan menjabat sebagai dasar untuk tiga lainnya ajaran. 

B.       Pemikiran Notonagoro tentang Hakikat Manusia
 Dasar Ontologis sila-sila Pancasila
Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia (Notonagoro, 1975: 23).
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak yaitu terdiri atas susunan kodratraga dan jiwa jasmani dan rokhani, sifat kodratmanusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia dan sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan inilah maka secara hieraekhis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esamendasari dan menjiwai keempat sila-sila pancasila yang lainnya (Notonagoro, 1975: 53).

Hubungan kesesuaian antara negara dengan landasan sila-sila pancasila adalah berupa hubungan sebab – akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil sebgai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebgai sesab adapun negara adalah sebagai akibat.

ΓΌ  Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar pijak epistemology pancasila. Menerut pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat manusia ang memiiki unsur-unsur pokok yaitu susunan kodrat yang terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rohani). Tingkatan hakikat raga manusia adalah unsure-unsur : fisis anorganis, vegetative, animal. Adapun unsure jiwa (rohani) manusia terdiri atas unsur-unsur potensi jiwa manusia yaitu : akal, yaitu suatu potensi unsur kejiwaan manusia dalam mendapatkan kebenaran pengetahuan manusia.  Menurut notonegoro dalam skema potensi rokhaniah manusia terutama dalam kaitannya dengan pengtahuan akal manusia merupakan sumber daya cipta manusia dan dalam kaitannya degan upaya untuk memperoleh pengetahuan yang benar terdapat tingkat-tingkat pemikiran sebagai : memories, reseptif, kritis, dan kreatif.
Adapun potensi atau daya untuk meresapkn pengetahuan atau dengan lain perkataan transformasi pengethuan terdapat tngkatan sebagai berikut : demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham (Notonegoro, tanpa tahun: 3). Manusia pada hakikatnya kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama pancasila epistemology pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak hal ini sebagai tingkatan kebenaran yang tertinggi. Kebenaran dalam engetahuan manusia adalah merupakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yg tertinggi yaitu kebenaran mutlak. Selain it dalam sila ketiga yaitu persatuan indnesia, sila keempat. Maka epistemology pancasila juga mengakui kebenaran consensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan social. Sebagai suatu paham epistemology maka pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas relegius dalam upaya mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

Berdasarkan hakikatnya manusia dalam kenyataan objektivnya bersifat ganda bahkan multidimensi. Atas dasar kajian ilmu sosial tersebut kemudian dikembangkanlah metode baru berdasarkan hakikat dan sifat paradigma ilmutersebut, maka berkembanglah metode kualitatif. Dalam masalah yang populer iniistilah ‘paradigma’ berkembang menjadi suatu terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka fikir, orientasi dasar, sumber asas arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Negara adalah sebagai perwujudan sifat kodrat manusia individu-makhluk sosial (natonogoro, 1975), yang senantiasa tidak dapat dilepaskan dengan lingkungan geografis sebagai ruang tempat bangsa tersebut hidup. Akan tetapi harus diingat bahwa manusia kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan tidak dapat dipisahkan dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

DAFTAR PUSTAKA
Poespowardojo, Soerjanto, K. Bertens. 1978. Sekitar Manusia. Gramedia: Jakarta
Soemargono, Soejono. Pengantar Filsafat. Tiara Wacana: Jakarta
Kamaluddin, Undang Ahmad dan S. Pradja, Juhaya. 2013. Filsafat Manusia. Pustaka Setia: Bandung
 https://www.scribd.com/doc/173743931/notonagoro
http://www.academia.edu/11721737/Pancasila_Menurut_Para_Tokoh